Selamat Membaca

Cari Blog Ini

freedom of el-zaki

Kamis, 30 Januari 2014

KODE ETIK JURNALISTIK



tanggal 31 Januari 2014 oleh Nilis Zakiyah

KODE ETIK JURNALISTIK


Jurnalistik sebagai sebuah bidang ilmu yang menyajikan berita kepada masyarakat mestilah memperhatikan beberapa hal dalam pelaporannya. Kode etik jurnalistik, begitulah istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada suatu aturan yang harus dipatuhi atau dijadikan patokan dalam mencari, menyusun dan menyajikan berita.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak public untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan public dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati kode etik jurnalistik.

1        Pengertian Jurnalistik

Pada prisipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa latin yaitu “Diurnal” dan dalam bahasa inggris “Journal” yang berarti catatan harian.
Jurnalistik dalam KBBI (2003;326) adalah yang berkenaan dengan wartawan. Sedangkan orang yang bergelut dalam bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bab I ketentuan umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.

2        Pengertian Kode Etik Jurnalistik

Kode (Inggris: code, dan Latin: codex) adalah buku undang-undang kumpulan sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Menurut KBBI etika mengandung arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Moral adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai mengenai benar atau salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku dan tata karma penerbitan.

3        Kode Etik Jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalis Independen)

Ada 18 kode etik jurnalistik, yaitu:
a.       Jurnalsi menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
b.      Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
c.       Jurnalis member tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
d.      Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
e.       Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
f.       Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
g.      Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk member informasi latar belakang, off the record dan embargo.
h.      Jurnalis segera meralat setiap pembritaan yang diketahuinya tidak akurat.
i.        Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
j.        Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
k.      Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
l.        Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.
m.    Jurnalsi tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
n.      Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau f\asilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat memengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
o.      Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
p.      Jurnalis menghidari fitnah dan pencemaran nama baik.
q.      Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat perlaksanaan prinsip-prinsip diatas.
r.        Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majlis Kode Etik.

4        Sejarah Kode Etik Jurnalistik

Di tahun 1991 sebelum adanya pembredelan tiga media, terjadilah sebuah pertemuan informal yang dilakukan beberapa jurnalis di daerah Menteng Jakarta Pusat tepatnya di Taman Ismail Marzuki. Dalam pertemuan itu para jurnalis melakukan pembahasan tentang kondisi pers di Indonesia pada saat itu. Nah, kemudian muncullah sebuah ide untuk membentuk sebuah organisasi jrunalis yang independen. Namun pembicaraan tinggal pembicaraan karena tidak terjadi sesuatu yang nyata.
Sebelumberdirinya kode etik jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalis Independen) itu sendiri sudah pernah ada sebuah komunitas diskusi jurnalis. Misalnya ada PSC atau Surabaya Press Club, Forum Wartawan Independen di Bandung, Solidaritas Jurnalis Independen di Jakarta dan Forum Diskusi Wartawan Yogya. Lalu pada akhirnya para aktivis dari beberapa komunitas jurnalistik ini membentuk AJI sebuah aliansi bukan sebuah persatuan.
Pada tahun 1994 pada tanggal 21 Juni telah membantu momenttm untuk lahirnya sebuah organisasi jurnalis alternative, kasus pembredelan itu menjelma menjadi sebuah penggalangan solidaritas sejumlah jurnalis muda yang mempunyai keinginan untuk membuat wadah independen bagi para jurnalis.
Setelah peristiwa pembredelan beberapa wadah jurnalis  seperti DeTik, Editor dan Tempo para mahasiswa bersama sejumlah LSM dan seniman melakukan sebuah aksi penolakan, aksi penolakan pimpinan PWI Pusat untuk meminta para pemimpinnya memperjuangkan nasib para wartawan yang menjadi korban pembredelan.
Lalu pertemuan dengan pemimpin PWI dilakukan di Gedung Dewan Pers tepatnay di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat dan mereka meninta supaya dipertemukan dengan Mentri Penerangan Harmoko dan PWI berjanji akan mengupayakan pertemuan itu.
Sebulan setelah penolakan dan pertemuan pertama itu mereka menemui kembali PWI Pusat untuk menanyakan janji mereka sebulan yang lalu untuk mempertemukan para aktivis dengan Menteri Penerangan. Namun sayang usaha mereka untuk bertemu dengan Harmoko tidak berhasil dan perjuangan nasib karyawan dan wartawan belum jadi terlaksana. Nah, berawal dari situ para jurnalis kode etik jurnalistik AJI tidak percaya dengan apapun yang dikatakan oleh PWI.
Kemudian pertemuan antara jurnalis muda yang kedua setelah pertemuan di Taman Ismail Marzuki dilakukan di Wisma Tempo di wilayah Sirnagalih Jawa Barat untuk merancang apa aksi berikutnya yang harus mereka lakukan. Kenapa pertemuan kedua diadakan di daerah Sirnagalih tersebut? Alasannya adalah akrena pertimbangan praktis, bisa menjamin keamanan dan kerahasiaan pertemuan tersebut.
Undangan untuk pertemuan itupun dilakukan secara diam-diam karena tidak mudah juga mencari orang yang mau menyewakan gedungnya untuk aktivitas mereka. Setelah itu digelarlah pertemuan dangan berbagai jurnalis dari berbagai daerah di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Sebelum pertemuan kedua itu berlangsung ada beberapa berita yang menyebutkan ada sekelompok orang yang mampu mengatur para jurnalis.
Lalu untuk menghindari adanya politisi, kabar miring dan pengklaiman sepihak mereka memninta para jurnalis senior mereka seperti Erros Djarot, Goenawan Mohamad, Fikri Djufri dan Aristides Katoppo untuk tidak datang dalam pertemuan untuk membuat sebuah wadah gerakan jurnalis muda tersebut. Namun keesokan harinya baru mereka disuruh datang setelah pertemuan dan pembahasan selesai.

5        Fungsi

Menurut Biggs dan Blocher fungsi kode etik adalah:
a.       Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah / intervensi pemerintah.
b.      Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
c.       Melingdungi para praktisi dari kesalahan praktek suatu profesi.
Disamping itu juga dijelaskan dalam UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Pers juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

6        Kelebihan dan Kekurangan

Ø  Kelebihan
a.       Dengan seorang jurnalis mematuhi kode etik jurnalistik maka masyarakat dipastikan akan mendapatkan informasi yang apa adanya, yang tidak dibuat-buat, sehingga menghindarkan kejadian pembohongan dalam informasi atau berita yang akan disampaikan ke masyarakat.
b.      Narasumber berhak menyembunyikan identitas mereka untuk memberikan informasi yang akan disampaikannya, jika informasi tersebut dapat membahayakan pribadinya padahal informasi yang penting bagi masyarakat itu dibuka ke publik karena berhubungan dengan pihak-pihak tertentu.
Ø  Kekurangan
a.       Sangsi yang diberikan kepada jurnalis yang melanggar kode etik jurnalistik belum terlihat jelas di mata masyarakat.
b.      Kebebasan pers membuat media kurang memperhatikan kode etik yang berlaku.

Mahasiswa dan Kepekaan Sosial



31 Januari 2014 oleh Nilis Zakiyah

Mahasiswa dan Kepekaan Sosial
Kata mahasiswa dibentuk dari dua kata dasar yaitu “maha” dan “siswa”. Maha berarti besar atau agung, sedangkan siswa berarti orang yang sedang belajar. Jadi mahasiswa adalah orang yang belajar diperguruan tinggi, institute atau akademi. Pengertian mahasiswa diatas hanyalah merupakan makna sempit dari mahasiswa. Dan perlu diketahui bahwa menjadi mahasiswa mengandung makna lebih luas dari hanya sekedar sebagai akademisi. Tetapi, dengan  identitas itulah mahasiswa mempunyai tanggungjawab intelektual, tanggungjawab sosial dan tanggungjawab moral.
Mahasiswa yang sering kita dengar sebagai agent of change (agen perubahan), iron stock (gudang calon pemimpin bangsa), dan social control (pengotrol kehidupan sosial) adalah merupakan tanggungjawab yang perlu diembannya. Namun realitanya, tidak sedikit dari mereka yang belum sadar fungsi dan perannya, melainkan mereka lebih asyik dengan kehidupannya sendiri.
Dalam lingkungan perkuliahan misalnya, kita sering menjumpai mahasiswa yang lebih menfocuskan dirinya hanya untuk mendapatkan IPK yang tinggi tanpa peduli kondisi sekitar, mahasiswa yang tidak begitu pintar namun mereka sering ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial, mahasiswa yang tidak begitu pintar dan tidak peduli sekitarnya, dan juga mahasiswa yang pintar dalam bidang akademisnya juga peduli dengan kondisi sosial. contoh diatas seharusnya menjadi  cerminan mahasiswa.
Menurut Prasetyo dalam bukunya Jadilah Intelektual Progresif (2007), sebagai seorang intelektual  tugas dan prioritas seorang mahasiswa memang untuk belajar dalam lingkup akademik di perguruan tinggi. Namun posisi yang diemban oleh mahasiswa sebagai seorang intelektual muda tersebut, juga mempunyai tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan untuk dapat turut berpartisipasi aktif dalam menggerakkan dan menggagas perubahan dalam dunia sosialnya. Karena betapapun juga mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat, dan pada akhirnya juga akan kembali di tengah masyarakat. Soe Hok Gie mengatakan, “mahasiswa sebagai intelektual muda harus bisa menciptakan sesuatu yang baru untuk mengatasi keberlangsungan kehidupan masyarakat bukan hanya sebaliknya menjadi sampah masyarakat.”
Agar mahasiswa tidak dianggagp sebagai sampah masyarakat. Seharusnya seorang mahasiswa harus lebih peka dan peduli terhadap kondisi  lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Bukan hanya sebagai mahasiswa yang unggul di bidang intelektual, tetapi  juga harus unggul dalam segala bidang, baik bidang akademis maupun bidang pengabdian masyakat. Sebagaimana yang tertera dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Ketiga nilai tersebut harus menjadi roh setiap mahasiswa dalam melakukan setiap aktivitasnya.
Untuk membuktikan apakah mahasiswa sudah menjadikan Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai rohnya dalam manjalankan setiap aktivitasnya. Maka perlu adanya bukti nyata dari mahasiswa terhadap kasus-kasus social, terutama terkait bencana alam yang akhir-akhir ini menerpa Indonesia, khususnya banjir yang terjadi di wilayah Kabupaten Jepara dan sekitarnya. Disini mahasiswa dituntut keikutsertaannya dalam kepedulian terhadap kejadian bencana tersebut. Pertanyaanya adalah, apa kontribusi yang mahasiswa berikan? Ataukah mereka hanya diam saja dan pura-pura tidak tahu?. Disini, mahsiswa diuji kepekaannya, yang dianggap sebagai agent of social control.
Tindakan nyata dari mahasiswa dalam membantu korban banjir serta yang terpenting adalah peran aktif dalam menanggulangi terjadinya banjir sangat diperlukan. Peran mahasiswa  seperti penggalangan dana, penggalangan pakaian yang masih bisa digunakan, penggalangan logistik serta mendistribusikannya bagi korban banjir akan meringankan beban mereka.
  


Jumat, 03 Januari 2014

KURS DAN BUNGA



KURS DAN BUNGAN
4 Januari 2014
Oleh NILIS ZAKIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian Kurs Mata Uang Definisi kurs / juga dikenal sebagai nilai tukar adalah rasio pertukaran antara dua mata uang yang berbeda negara . Atau dengan kata lain kurs dapat diartikan sebagai harga satu unit mata uang asing dinyatakan dalam mata uang domestik. Setelah kemarin berbicara mengenai definisi devaluasi, hari ini saya ingin berdiskusi mengenai kurs mata uang. Dalam Forex trading (membeli dan menjual mata uang) yang biasanya dilakukan pada bank atau transaksi lain yang bisa dilakukan secara online, biasanya terjadi dua transaksi: satu untuk membeli dan satu lagi untuk dijual. Sebagai contoh: jika kita ingin membeli dolar, maka kita harus membayar pertukaran uang sebanyak 9,018.08 rupiah per dolar. Tapi jika saya ingin menjual dolar, akan mendapatkan 8,900 rupiah untuk setiap dolar yang kita berikan. Dapat disebutkan dua jenis perubahan: nilai tukar riil dan kurs nominal. Perubahan yang nyata/riil adalah salah satu yang menetapkan hubungan dengan mana orang dapat bertukar barang dan jasa dari satu negara dengan yang lain.
Bunga adalah imbalan jasa atas pinjaman uang, imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat ke depan dari uang pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman tersebut disebut “pokok utang” (principal). Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu disebut “suku bunga”.
Miller, RL dan Vanhoose, mengataka bahwa suku bungan adalah sejumlah dana, dinilai dalam uang, yang diterima si pemberi pinjaman (kreditor), sedangkan suku bunga adalah rasio dari bunga terhadap jumlah pinjaman.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini, meliputi:
§  Direct dan indirect quotation
§  Menghitung Bunga
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
  • Memberikan wawasan yang luas mengenai kurs dan unga
  • Untuk memenuhi tugas pasar modal dan pasar uang
  • Memberikankan  pemahaman yang yang luas















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KURS
A.    Pendahuluan
Makin meluasnya hubungan perdagangan internasional, memungkinkan perusahaan memperluas usahanya ke luar negeri dengan membuka atau mendirikan cabang-cabang di luar negeri. Transaksi-transaksi yang terjadi dalam hubungan internasional tidak saja dinyatakan di dalam jumlah kesatuan mata uang dalam negeri (rupiah), tetapi juga dinyatakan dalam mata uang atau valuta asing. Untuk keperluan penyusunan laporan keuangan, maka transaksi-transaksi yang nilainya tercatat dalam mata uang asing harus dijabarkan ke dalam kesa­tuan mata uang dalam negeri (rupiah).
B.     Nilai Tukar (Kurs) Mata Uang
Nilai kurs (exchange rate) menyatakan hubungan nilai di an­tara satu kesatuan mata uang asing dan kesatuan mata uang dalam negeri. Nilai kurs atau sering disingkat dengan sebutan "kurs" ini dipakai sebagai dasar untuk menjabarkan atau menterjemahkan transaksi-transaksi yang dinyatakan dalam mata uang asing ke dalam mata uang dalam negeri. Ada beberapa macam jenis kurs yang dikenal di dalam dunia per­dagangan, yaitu:
a.      Nilai kurs yang didasarkan langsung atas nilai relatif emas murni yang terdapat di dalam satu kesatuan mata uang tertentu. Kurs semacam ini dikenal dengan sebutan "mint par rates of exchange."
b.     Nilai kurs yang didasarkan atas hukum permintaan dan penawaran yang berlaku. Kurs semacam ini dikenal dengan sebutan "free market rate of ex­change."
c.      Nilai kurs yang ditetapkan oleh Pemerintah. Kurs semacam ini disebut sebagai "official rate of exchange."
 Cara Menyatakan Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang asing dan mata uang dalam negeri dapat dinyatakan secara langsung (direct quotations) atau tidak langsung (indirect quotations).
a.   Nilai tukar langsung (direct quotations) menyatakan nilai satu unit mata uang asing dalam persamaannya dengan nilai mata uang dalam negeri.
Misal:        US$ 1.00 = Rp 9.130,00;        A$ 1.00 = Rp11.102,08
b.   Nilai tukar tidak langsung (indirect quotations) menyatakan nilai kesatuan (satu unit) mata uang dalam negeri dalam persamaannya dengan mata uang asing.
Misal:        Rp1,00 = 0,000925 £;             Rp1,00 = 0,002410 US$
Besaran Nilai Tukar
Pada setiap waktu, terdapat beberapa nilai tukar mata uang asing yang berlaku yaitu spot rate dan forward rate. Spot rate adalah nilai tukar untuk penyerahan segera, misalnya kurs mata uang asing di mana transaksi pertukaran mata uang lokal dan mata uang asing dilakukan pada saat tersebut. Forward rate adalah nilai tukar untuk penyerahan di waktu yang akan datang, misalnya kontrak pembelian atau penjualan mata uang asing untuk penyerahan dua atau tiga bulan di waktu yang akan datang dengan nilai kurs yang ditetapkan pada saat kontrak disepakati.
C.    Transaksi dengan Pihak di Luar Negeri
Dalam transaksi jual beli dengan pihak luar negeri, harga beli atau harga jual barang-barang dapat dinyatakan dalam mata uang asing dan atau mata uang dalam negeri. Akan tetapi pembukuan terhadap transaksi-transaksi tersebut tetap harus dinyatakan dengan satuan mata uang dalam negeri. Oleh karena itu, transaksi-transaksi yang dinyatakan dalam satuan mata uang asing harus terlebih dahulu dijabarkan ke dalam satuan mata uang dalam negeri. Di samping ketentuan tentang penjabaran terhadap transaksi-transaksi yang dinyatakan dalam satuan mata uang asing, penyelesaian pembayaran atas transaksi tersebut juga mengakibatkan timbulnya persoalan yang lain.
Adanya fluktuasi (naik turunnya) nilai tukar dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, dapat menyebabkan salah satu pihak yang mengadakan transaksi akan menderita rugi atau memperoleh laba dari perubahan kurs. Laba/rugi tersebut adalah perbedaan yang terjadi antara kurs tanggal terjadinya atau di mulai berlakunya transaksi dengan kurs pada tanggal diselesaikannya transaksi atau dilakukannya realisasi pembayaran. Di dalam akuntansi, laba atau rugi karena perubahan-perubahan kurs dicatat dalam akun "selisih (beda) kurs."
Agar lebih jelas dan terperinci, biasanya selisih kurs yang terjadi dibedakan ke dalam 2 (dua) macam akun, yaitu:
a.       Untuk selisih yang menguntungkan dicatat dalam akun "laba selisih kurs" (gain on currency exchange).
b.      Untuk selisih yang merugikan dicatat dalam akun "rugi selisih kurs" (loss on currency exchange).
Contoh:
PT. XYZ mulai tahun 2007 melakukan transaksi dengan pihak luar negeri. Berikut adalah transaksi dengan pihak luar negeri selama tahun 2007.
-          Tanggal 1 Mei 2007, dibeli barang dagangan dari Toko Hiroshi di Jepang senilai ¥200.000 secara kredit 3 bulan. Kurs Yen saat itu sebesar Rp100.
-          Tanggal 1 Juli 2007, dijual barang dagangan ke Toko OneMore di  USA  dengan harga $500 secara kredit 3 bulan, kurs dollar saat itu sebesar Rp10.000.
-          Tanggal 1 November 2007, dibeli barang dagangan dari Toko Hiroshi di Jepang senilai ¥300.000 secara kredit 3 bulan. Kurs Yen saat itu sebesar Rp125
-          Tanggal 5 November 2007, dijual barang dagangan ke Toko OneMore di USA dengan harga $1.000 secara kredit 3 bulan, kurs dollar saat itu sebesar Rp11.000.
Kurs mata uang asing adalah sebagai berikut.
Mata uang
Tanggal
Nilai
Yen
1 Agustus 2007
Rp105
Yen
31 Desember 2007
Rp140
US Dollar
1 Oktober 2007
Rp10.200
US Dollar
31 Desember 2007
Rp12.000

Jurnal untuk mencatat transaksi dan penyesuaian yang diperlukan adalah sebagai berikut.
Persediaan Barang Dagangan

Rp20.000.000
-
     Utang Dagang
¥200.000
-
Rp20.000.000
Mencatat pembelian dari Toko Hiroshi di Jepang tanggal 1 Mei 2007.

Piutang Dagang
$500
Rp5.000.000
-
     Penjualan

-
Rp5.000.000
Mencatat penjualan barang dagangan ke Toko OneMore di USA tanggal 1 Juli 2007.
Persediaan Barang Dagangan

Rp37.500.000
-
     Utang Dagang
¥300.000
-
Rp37.500.000
Mencatat pembelian dari Toko Hiroshi di Jepang tanggal 1 November 2007.
Piutang Dagang
$1.000
Rp11.000.000
-
     Penjualan

-
Rp11.000.000
Mencatat penjualan barang dagangan ke Toko OneMore di USA tanggal 5 November 2007.
Utang Dagang
¥200.000
20.000.000
-
Rugi Selisih Kurs

1.000.000
-
     Kas

-
21.000.000
Mencatat pembayaran utang ke Toko Hiroshi di Jepang pada tanggal 1 Agustus 2007.
Kas

Rp5.100.000
-
    Laba Selisih Kurs

-
Rp100.000
    Piutang Dagang
$500
-
Rp5.000.000
Mencatat penerimaan pembayaran piutang dari Toko OneMore di USA, 1 Oktober 2007.
Pada tanggal 31 Desember 2007 dibuat penyesuaian sebagai berikut.

Utang ke Toko Hiroshi
¥300.000


Kurs ¥ pada Saat Pencatatan
Rp125
=
Rp37.500.000
Kurs ¥ per 31 Desember 2007
Rp140
=
42.000.000
Rugi Selisih Kurs


4.500.000




Piutang kepada Toko OneMore
$1.000


Kurs $ pada Saat Pencatatan
Rp11.000
=
Rp11.000.000
Kurs $ per 31 Desember 2007
12.000
=
12.000.000
Laba Selisih Kurs


1.000.000

Jurnal penyesuaian untuk mencatat rugi/laba selisih kurs tersebut.
Rugi Selisih Kurs
4.500.000
-
     Utang Dagang
-
4.500.000

Piutang Dagang
1.000.000
-
     Laba Selisih Kurs

1.000.000

D.   Forward Contact
Perusahaan yang melakukan transaksi dengan pihak luar negeri di mana tagihan didenominasikan dalam mata uang asing maka perusahaan tersebut menghadapi risiko ketidakpastian perubahan nilai tukar mata uang asing. Untuk mengurangi tingkat ketidakpastian perubahan nilai tukar, perusahaan dapat membuat kontrak dengan lembaga keuangan untuk membeli atau menjual mata uang asing untuk penyerahan di waktu yang akan datang (forward contract), di mana kurs pertukaran ditetapkan pada saat kontrak disepakati. Dengan dibuatnya forward contract maka laba atau rugi selisih kurs sudah ditentukan pada saat kontrak dibuat, terlepas dari nilai tukar sesungguhnya pada saat penerimaan atau penyerahan mata uang asing.
Ada dua macam kontrak, yaitu kontrak beli dan kontrak jual. Kontrak beli adalah kontrak dengan lembaga keuangan di mana lembaga keuangan membeli mata uang asing. Kontrak jual adalah kontrak dengan lembaga keuangan di mana lembaga keuangan menjual mata uang asing. Apabila perusahaan membuat kontrak beli dengan bank maka perusahaan memiliki kewajiban (utang) untuk menyerahkan mata uang asing kepada bank dan memiliki hak (piutang) untuk menerima mata uang lokal dari bank. Sementara itu, apabila perusahaan membuat kontrak jual dengan bank maka perusahaan memiliki kewajiban (utang) untuk menyerahkan mata uang lokal kepada bank dan memiliki hak (piutang) untuk menerima mata uang asing dari bank.
Contoh Transaksi Impor:
Pada tanggal 1 Juni 2007, PT. Indah membeli mesin dari Toko Fukuda di Jepang seharga ¥1.000.000 secara kredit 3 bulan. Kurs Yen pada tanggal 1 Juni 2007 Rp100 dan pada tanggal 30 Agustus 2007 Rp130. Forward Rate per 1 Juni 2007 untuk penyerahan 3 bulan Rp110.
Tanpa forward contract PT. Indah akan menderita rugi selisih kurs sebesar Rp30.000.000, yaitu (130 – 100) x 1.000.000. Apabila perusahaan membuat forward contract, kurs pertukaran pada tanggal 30 Agustus telah ditetapkan pada tanggal 1 Juni melalui kontrak sebesar Rp110, sehingga kerugian yang ditanggung hanya sebesar Rp10.000.000 saja, yaitu (110 – 100) x 1.000.000.

Jurnal–jurnal yang terkait dengan peristiwa–peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
Mesin

Rp100.000.000
-
     Utang – Fukuda
¥1.000.000
-
Rp100.000.000
Mencatat pembelian mesin pada tanggal 1 Juni 2007, Kurs Yen = Rp100.00.000

Tanpa forward contract, maka pada tanggal 30 Agustus PT. Indah harus membeli mata uang asing ¥1.000.000 dengan spot rate pada tanggal tersebut Rp130.
Mata Uang Asing – Yen
¥1.000.000
Rp130.000.000
-
     Kas

-
Rp130.000.000
Mencatat pembelian ¥1.000.000 dengan spot rate Rp130.

Utang – Fukuda
¥1.000.000
Rp100.000.000
-
Rugi Selisih Kurs

Rp30.000.000
-
     Mata Uang Asing – Yen
¥1.000.000
-
Rp130.000.000
Membayar utang ke Fukuda.

Apabila PT. Indah membuat forward contract pada tanggal 1 Juni 2007 maka PT. Indah akan mendapatkan mata uang asing dengan kurs yang telah ditetapkan pada tanggal 1 Juni.
Pada saat kontrak disepakati, dicatat utang-piutang forward contract sebagai berikut.
Piutang Forward Contract
¥1.000.000
Rp110.000.000
-
     Utang Forward Contract

-
Rp110.000.000
Mencatat utang-piutang forward contract.
Pada saat penyelesaian kontrak, dilakukan penyerahan rupiah (pembayaran utang kontrak) dan penerimaan mata uang asing (penerimaan piutang).
Utang Forward Contract

Rp110.000.000
-
     Kas

-
Rp110.000.000
Menyerahkan rupiah ke bank untuk menyelesaikan utang forward contract.
Mata Uang Asing – Yen
¥1.000.000
Rp110.000.000
-
     Piutang Forward Contract
¥1.000.000
-
Rp110.000.000
Mencatat penerimaan Yen  dari bank untuk menyelesaikan piutang forward contract. 
Utang – Fukuda
¥1.000.000
Rp100.000.000
-
Rugi Selisih Kurs

Rp10.000.000
-
     Mata Uang Asing – Yen
¥1.000.000
-
Rp110.000.000
Mencatat pembayaran utang ke Fukuda.
Contoh Transaksi Ekspor:
Pada tanggal 1 Juni 2007, PT. Indah menjual barang dagangan ke Toko Malay Central di Malaysia seharga 1.000.000 Ringgit secara kredit 3 bulan. Kurs Ringgit pada tanggal 1 Juni 2007 Rp 100 dan pada tanggal 30 Agustus 2007 adalah Rp130. Forward rate per 1 Juni 2007 untuk penyerahan 3 bulan adalah Rp110.
Tanpa forward contract, maka PT. Indah akan mendapat laba selisih kurs sebesar Rp30.000.000, yaitu (130 – 100) x 1.000.000. Apabila perusahaan membuat forward contract, kurs pertukaran tanggal 30 Agustus telah ditetapkan pada tanggal 1 Juni melalui kontrak sebesar Rp110, sehingga laba yang diperoleh hanya sebesar Rp10.000.000 saja, yaitu (110 – 100) x 1.000.000.
Jurnal–jurnal yang terkait dengan peristiwa–peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
Piutang Dagang – Malay Central
MRG1.000.000
Rp100.000.000
-
     Penjualan

-
Rp100.000.000
Mencatat penjualan barang dagangan  pada tanggal 1 Juni 2007, Kurs Ringgit Rp100.

Pada tanggal 30 Agustus diterima pembayaran piutang dari Malay Central dengan kurs Ringgit saat ini Rp130.
Mata Uang Asing – Ringgit
MRG1.000.000
Rp130.000.000
-
      Laba Selisih Kurs

-
Rp30.000.000
      Piutang Dagang – Malay Central
MRG1.000.000
-
Rp100.000.000
Mencatat pembayaran piutang dari Malay Central dengan kurs Rp130. 
Kas

Rp  130.000.000
-
    Mata Uang Asing – Ringgit
MRG 1.000.000
-
Rp  130.000.000
Menjual mata uang asing – Ringgit untuk mendapatkan rupiah dengan kurs Rp130.
Apabila PT. Indah membuat forward contract dengan bank pada tanggal 1 Juni maka perusahaan akan mendapatkan rupiah dengan kurs yang telah ditentukan pada saat kontrak disepakati.
Pada saat kontrak disepakati, dicatat utang-piutang forward contract sebagai berikut.
Piutang Forward Contract

Rp110.000.000
-
     Utang Forward Contract
MRG1.000.000
-
Rp110.000.000
Mencatat utang-piutang forward contract.
Sementara itu, pada saat penyelesaian kontrak dilakukan penyerahan mata uang asing (pembayaran utang kontrak) dan penerimaan rupiah (penerimaan piutang kontrak). Mata uang asing yang diterima dari pelanggan diserahkan ke bank untuk menyelesaikan kewajiban forward contract.
Utang Forward Contract
MRG 1.000.000
Rp110.000.000
-
Laba Selisih Kurs

Rp20.000.000
-
     Mata Uang Asing - Ringgit
MRG1.000.000
-
Rp130.000.000
Mencatat penyerahan Ringgit untuk membayar utang forward contract.
Kas

Rp110.000.000
-
     Piutang Forward Contract

-
Rp110.000.000
Mencatat penerimaan rupiah dari bank untuk menyelesaikan piutang forward contract.
Setelah jurnal–jurnal tersebut dibuat, maka total laba selisih kurs yang diakui perusahaan hanya sebesar Rp10.000.000 saja. Pada saat menerima tagihan dari pelanggan perusahaan mengkredit laba sebesar Rp30.000.000 dan pada saat menyelesaikan forward contract mendebitnya Rp20.000.000.
E.     Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing
Apabila suatu perusahaan (di dalam negeri) mendirikan cabang atau mempunyai perusahaan anak (subsidiary company) di luar negeri maka laporan keuangan individual dari cabang atau perusahaan anak tersebut akan dinyatakan dalam satuan mata uang di negara di mana unit usaha itu bertempatkedudukan, sehingga berbeda dari laporan keuangan individual kantor pusat atau perusahaan induknya. Oleh karena itu, jika laporan keuangan gabungan akan disusun, dalam rangka menunjukkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan-perusahaan itu sebagai satu kesa­tuan usaha maka terlebih dahulu dilakukan penjabaran terhadap akun-akun yang dinyatakan dalam mata uang asing ke dalam satuan mata uang kantor pusat/induk.
Ketentuan-ketentuan umum untuk menjabarkan akun-akun mata uang asing ke dalam rupiah, di Indonesia, telah diatur di dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yaitu sebagaimana tertera pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 10 tentang Transaksi dalam Mata Uang Asing Paragraf 09 yang menyatakan bahwa "Pada setiap tanggal neraca:
a.   Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs pada tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif;
b.   Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca, tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan
c.   Pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan."
Dengan adanya fluktuasi yang besar dalam nilai kurs maka transaksi-transaksi harus dinyatakan dalam kurs rata-rata yang terjadi un­tuk tiap-tiap bulan (bulanan). Atau apabila kurs rata-rata bulanan kurang praktis maka dapat pula didasarkan atas kurs rata-rata tertimbang (carefully weight average). Terkait dengan adanya ketentuan-ketentuan (pedoman) tersebut di atas, di dalam pelaksanaan penjabaran saldo akun-akun pembukuan kantor cabang di luar negeri perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a.      Kurs yang digunakan untuk menjabarkan (translation rate). Untuk mempermudah penyusunannya, biasanya di muka atau di belakang kurs yang dipakai untuk menjabarkan sesuatu pos diberi tanda-tanda tertentu.
b.      Tanda-tanda tertentu itu antara lain dapat berupa:
1)      Huruf "C" untuk "current rate" atau nilai kurs pada akhir periode atau pada saat penyusunan laporan-laporan keuangan.
2)      Huruf "H" untuk "historical rate" atau nilai kurs pada saat transaksi-transaksi tertentu terjadi, misalnya kurs pada saat aktiva tetap dibeli, diperoleh atau dibangun.
3)      Huruf "R" untuk "reciprocal amount" atau menunjukkan nilai mata uang yang tertera di dalam akun-akun pada buku-­buku kantor pusat/induk.
4)      Huruf "A" untuk "average rate" atau kurs rata-rata yang sudah dihitung, misalnya kurs rata-rata bulanan, rata-rata tertimbang, dan lain-lain.
c.   Pos atau akun penyusutan (depresiasi) seyogyanya dipisahkan tersendiri di dalam laporan laba/rugi cabang, atau dapat pula digabungkan di dalam akun "macam-macam biaya" atau jenis biaya yang lain, asal ada penjelasan yang tegas tentang ketentuan dan besarnya penyusutan.

F.     Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan
Langkah-langkah di dalam penyusunan laporan keuangan gabungan antara kantor pusat dan kantor cabang di luar negeri adalah sebagai berikut.
a.       Atas dasar laporan keuangan individual dari cabang (berupa neraca dan laporan laba/rugi), terlebih dahulu harus diadakan penjabaran terhadap saldo akun-akun pembukuan kantor cabang menjadi saldo-saldo yang dinyatakan dalam mata uang dalam negeri yang dipakai kantor pusat (penjabaran mengikuti pedoman tersebut di muka).
b.      Proses penjabaran terhadap saldo akun pembukuan cabang, sebaiknya dimulai dengan mengambil dari angka-angka yang ter­dapat pada neraca saldo (trial balance) yang dipakai sebagai dasar penyusunan neraca lajur (worksheet) kantor cabang.
c.       Apabila hasil penjabaran terhadap saldo akun pembukuan secara keseluruhan tidak seimbang (antara jumlah debit dan kredit tidak sama), maka selisihnya ditampung dalam akun "penyesuaian kurs" (exchange adjustment). Saldo selisih penyesuaian kurs tersebut nantinya akan diperhitungkan sebagai laba atau rugi penyesuaian kurs.
d.      Setelah proses penjabaran terhadap saldo akun pembukuan cabang selesai, berikutnya adalah menyusun "daftar lajur gabungan" atau "working papers".
e.       Berdasarkan daftar lajur gabungan pada poin d, selanjutnya disusun "neraca dan laboran laba/rugi gabungan antara kantor pusat dan cabang".
2.2 BUNGA
Bunga adalah biaya yang harus dibayar atas pinjaman yang diterima dan imbalan    atas investasinya.
Setiap nasabah yang memperoleh fasilitas kredit dari bank akan dikenakan kewajiban kembali. Pembayaran kewajiban tersebut dilakukan setiap periode apakah  , mingguan, atau bulanan. Pembayaran ini lebih dikenal dengan nama angsuran. Dalam  setiap angsuran yang dibayar oleh nasabah sudah termasuk pokok pinjaman ditambah bunga yang harus dibayar. Jumlah angsuran yang dibayar setiap periode berbeda tergantung dari jenis pembebanan suku bunga yang dilakukan oleh bank.
Pembebanan jenis suku bunga oleh bank adalah dengan memperhatikan jenis kredit yang dibiayai, kemudian juga yang menjadi pertimbangan oleh Bank dalam menentukan pembebanan suku bunga adalah tingkat resiko dari masing-masinga jenis kredit.
Tedapat 3 jenis model pembebanan suku bunga yang sering dilakukan oleh Bank. Adapun jenis suku bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Flate Rate
Flate Rate merupakan perhitungan suku bunga yang tetap setiap periode, sehingga jumlah angsuran (cicilan) setiap periode pun tetap sampai pinjaman tersebut lunas. Perhitungan jenis suku bunga model ini adalah dengan mengalikan % bunga per periode dikali dengan pinjaman.
2.      Sliding Rate
Merupakan perhitungan suku bunga yang dilakukan dengan mengalikan % tase suku bunga per periode dengan sisa pinjaman, sehingga jumlah suku bunga yang dibayar debitur semakin menurun, akbatnya angsuran yang dibayarpun menurun jumlahnya.
3.      Floating Rate
Merupakan perhitungan suku bunga yang dilakukan sesuai dengan tingkat suku bunga pada bulan yang bersangkutan. Dalam perhitungan model ini suku bunga dapat naik, turun atau tetap setiap periodenya. Begitu pula dengan jumlah angsuran yang dibayar sangat tergantung dari suku bunga pada bulan yang bersangkutan.
Contoh :
PT Marindo memperoleh  fasilitas kredit dari BRI senilai Rp 18.000.000,- jangka waktu kredit adalah 1 tahun (12 bulan), bunga kredit dikenakan sebesar 14% per tahun. Disamping itu PT Marindo juga dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 360.000,- dan biaya provisi dan komisi 1%.
1.      Angsuran per bulan yang harus dibayar oleh PT.Marindo jika BRI menggunakan metode Flate Rate.
2.      Jika menggunakan metode Sliding Rate
3.      Jika menggunakan metode Floating Rate dengan asumsi tingkat suku bunga sebagai berikut:
Bulan 1 s/d bulan ke-4     suku bunga    14%
Bulan 5 s/d bulan ke-8     suku bunga    16%
Bulan 9 s/d bulan ke-12   suku bunga    15%
Jawaban :
1.      Menghitung jumlah suku bunga dengan metode flate rate maka terlebih dahulu perlu dihitung jumlah pokok pinjaman yang harus dibayar oleh PT.Marindo .
a.       Pokok pinjaman = jumlah pinjaman : jumlah angsuran
            = Rp 18.000.000    : 12          
            = Rp 1.500.000
b.      Suku bunga        = % x pinjaman : tahun
                           = 14% x Rp 18.000.000 : 12
                           = Rp 210.000,
                        Jadi angsuran dengan metode flate rate adalah :
                        Pokok pinjaman                 Rp 1.500.000,-
                        Suku bunga                        Rp    210.000,-
                        Jumlah angsuran perbulan Rp 1.710.000,-
2.      Dengan metode sliding rate pokok pinjaman (PP) tetap sama dan yang berbeda adalah perhitungan suku bunganya sebagai berikut:
a.       Pokok pinjaman = jumlah pinjaman : jumlah angsuran
Rp 18.000.000,- : 12 = Rp 1.500.000,-
b.      Untuk suku bunga dihitung dengan menggunakan sisa pinjaman seperti berikut ini :
Bulan ke-1
Bunga = 14% x Rp 18.000.000,- : 12 x 1 = Rp    210.000,-
Pokok pinjaman                                        = Rp 1.500.000,-
Jumlah angsuran bulan ke-1 adalah          = Rp 1.710.000,-
Bulan ke-2
Bunga = 14% x Rp 16.500.000,- : 12 x 1 = Rp    192.000,-
Pokok pinjaman                                        = Rp 1.500.000,- 
Jumlah angsuran bulan ke-2 adalah          = Rp 1.692.000,-
Dan seterusnya sampai bulan ke-12 dengan menghitung sisa pinjaman setelah diangsur.
3.      Dengan menggunakan metode floating rate pokok pinjaman tetap sama yang berbeda adalah perhitungan suku bunganya sebagai berikut:
a.       Pokok pinjaman = jumlah pinjaman : jumlah angsuran
                      = Rp 18.000.000 : 12 = Rp 1.500.000
b.      Untuk suku bunga dihitung dengan menggunakan sisa pinjaman sebagai berikut:
Bulan ke-1 = 14% x Rp 18.000.000,- : 12 x 1  = Rp   210.000,-
Pokok pinjaman                                                = Rp 1.500.000,-
Jumlah angsuran bulan ke-1                              = Rp 1.710.000,-
Bulan ke-6 = 16% x Rp 18.000.000,- : 12 x 1  = Rp    240.000,-
Pokok pinjaman                                                = Rp 1.500.000,-
Jumlah angsuran bulan ke-6                              = Rp 1.740.000,-
Begitu seterusnya yang membedakan hanya persentase bunga per bulan saja.