31 Januari 2014 oleh Nilis Zakiyah
Mahasiswa dan Kepekaan Sosial
Kata mahasiswa dibentuk dari dua kata dasar yaitu “maha” dan
“siswa”. Maha berarti besar atau agung, sedangkan siswa berarti orang yang
sedang belajar. Jadi mahasiswa adalah orang yang belajar diperguruan tinggi,
institute atau akademi. Pengertian mahasiswa diatas hanyalah merupakan makna
sempit dari mahasiswa. Dan perlu diketahui bahwa menjadi mahasiswa mengandung
makna lebih luas dari hanya sekedar sebagai akademisi. Tetapi, dengan identitas itulah mahasiswa mempunyai tanggungjawab
intelektual, tanggungjawab sosial dan tanggungjawab moral.
Mahasiswa yang sering kita dengar sebagai agent of change
(agen perubahan), iron stock (gudang calon pemimpin bangsa), dan social
control (pengotrol kehidupan sosial) adalah merupakan tanggungjawab yang
perlu diembannya. Namun realitanya, tidak sedikit dari mereka yang belum sadar
fungsi dan perannya, melainkan mereka lebih asyik dengan kehidupannya sendiri.
Dalam lingkungan perkuliahan misalnya, kita sering menjumpai
mahasiswa yang lebih menfocuskan dirinya hanya untuk mendapatkan IPK yang tinggi
tanpa peduli kondisi sekitar, mahasiswa yang tidak begitu pintar namun mereka
sering ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial, mahasiswa yang tidak begitu pintar dan
tidak peduli sekitarnya, dan juga mahasiswa yang pintar dalam bidang
akademisnya juga peduli dengan kondisi sosial. contoh diatas seharusnya
menjadi cerminan mahasiswa.
Menurut Prasetyo dalam bukunya Jadilah Intelektual
Progresif (2007), sebagai
seorang intelektual tugas dan prioritas
seorang mahasiswa memang untuk belajar dalam lingkup akademik di perguruan
tinggi. Namun posisi yang diemban oleh mahasiswa sebagai seorang intelektual
muda tersebut, juga mempunyai tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan untuk
dapat turut berpartisipasi aktif dalam menggerakkan dan menggagas perubahan
dalam dunia sosialnya. Karena betapapun juga mahasiswa merupakan bagian dari
masyarakat, dan pada akhirnya juga akan kembali di tengah masyarakat. Soe Hok
Gie mengatakan, “mahasiswa sebagai intelektual muda harus bisa menciptakan
sesuatu yang baru untuk mengatasi keberlangsungan kehidupan masyarakat bukan
hanya sebaliknya menjadi sampah masyarakat.”
Agar mahasiswa tidak dianggagp sebagai sampah masyarakat. Seharusnya
seorang mahasiswa harus lebih peka dan peduli terhadap kondisi lingkungan sosial yang ada di sekitarnya.
Bukan hanya sebagai mahasiswa yang unggul di bidang intelektual, tetapi juga harus unggul dalam segala bidang, baik
bidang akademis maupun bidang pengabdian masyakat. Sebagaimana yang tertera
dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu, pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat. Ketiga nilai tersebut harus menjadi roh setiap mahasiswa dalam
melakukan setiap aktivitasnya.
Untuk membuktikan apakah mahasiswa sudah menjadikan Tri Dharma Perguruan
Tinggi sebagai rohnya dalam manjalankan setiap aktivitasnya. Maka perlu adanya
bukti nyata dari mahasiswa terhadap kasus-kasus social, terutama terkait
bencana alam yang akhir-akhir ini menerpa Indonesia, khususnya banjir yang
terjadi di wilayah Kabupaten Jepara dan sekitarnya. Disini mahasiswa dituntut
keikutsertaannya dalam kepedulian terhadap kejadian bencana tersebut.
Pertanyaanya adalah, apa kontribusi yang mahasiswa berikan? Ataukah mereka
hanya diam saja dan pura-pura tidak tahu?. Disini, mahsiswa diuji kepekaannya,
yang dianggap sebagai agent of social control.
Tindakan nyata dari mahasiswa dalam membantu korban banjir serta
yang terpenting adalah peran aktif dalam menanggulangi terjadinya banjir sangat
diperlukan. Peran mahasiswa seperti penggalangan
dana, penggalangan pakaian yang masih bisa digunakan, penggalangan logistik
serta mendistribusikannya bagi korban banjir akan meringankan beban mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar